Masalahnya, Bangkonol sendiri sudah menampung sampah dari 22 kecamatan, alias sudah Overload!
Bagi warga Bangkonol, bau tak sedap yang menusuk hidung sudah jadi "menu harian" wajib. Bangkonol sama seperti Bojong Canar, masih pakai jurus kuno open dumping, padahal Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) sudah kasih peringatan keras.
BACA JUGA:Resmi! Xiaomi Luncurkan HyperOS 3 Berbasis Android 15 untuk Banyak Perangkat
BACA JUGA:Terminal Kadubanen Pandeglang Tingkatkan Keamanan Jelang Libur Nataru
Penderitaan warga ini makin lengkap dengan infrastruktur jalan yang parah. Truk-truk sampah luar daerah (termasuk dari Serang) wara-wiri setiap hari, sementara jalan menuju TPA gelap gulita tanpa Penerangan Jalan Umum (PJU), bikin warga waswas rawan kecelakaan.
Soal Kompensasi Dampak Negatif (KDN) yang harusnya jadi hak warga, Pemkab juga sering ngaret. Janjinya bulanan, tapi tidak sesuai harapan warga.
Kesenjangan janji dan realisasi ini yang bikin warga Bangkonol panas dan merasa pemerintah "telah abai terhadap dampak lingkungan dan kesehatan jangka panjang yang mereka tanggung".
Di tengah kondisi Bangkonol yang sudah megap-megap, Pemkab Pandeglang malah mengambil keputusan yang bikin kuping panas, ngotot siap menampung sampah dari Tangerang Selatan (Tangsel). Alasannya? Demi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
MoU itu ditandatangani Agustus 2025, dengan target impor sampah sekitar 500 ton per hari dari Tangsel .
Kontraknya bernilai fantastis, sekitar Rp190,8 miliar selama empat tahun . Memang sih, kerja sama ini menjanjikan bantuan dana puluhan miliar untuk upgrade Bangkonol jadi Sanitary Landfill. Tapi bagi warga, ini namanya mengorbankan kesehatan rakyat demi uang!
Warga Bangkonol tidak tinggal diam, gelombang protes besar segera datang. Ratusan warga sampai buang sampah di kantor Bupati untuk kedua kalinya.
BACA JUGA:Pemkab Serang Evaluasi Aturan Bebas Parkir di Pasar Anyar
BACA JUGA:Cari Cuan dari HP! Ini 4 Aplikasi Survei Penghasil Uang Terpercaya
Aksi ini didukung oleh KNPI dan Mapala se-Banten yang bahkan sempat menggelar upacara bendera di tengah tumpukan sampah Bangkonol sebagai kritik simbolis.
Warga Bangkonol berpendapat bahwa kebijakan ini merupakan bukti "Bupati tutup mata, DPRD tutup telinga" Berkat desakan keras dari rakyat dan DPRD Pandeglang yang ikut menolak kerja sama, Pemkab Pandeglang akhirnya menyerah.
Pada September 2025, kerja sama sampah dengan Tangsel resmi dibatalkan. Pembatalan ini adalah kemenangan besar bagi warga, menunjukkan bahwa suara rakyat lebih mahal daripada PAD ratusan miliar.