Bayar Utang Whoosh Pakai Uang Sitaan Korupsi? Ekonom Nilai Gagasan Itu Berisiko

Jumat 07-11-2025,13:36 WIB
Reporter : Ghina Aulia Az-Zahra
Editor : Haidaroh

INFORADAR.ID - Pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto mengenai rencana memanfaatkan hasil sitaan korupsi untuk membayar utang Whoosh atau Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menuai banyak tanggapan. 

Wacana tersebut dinilai tidak realistis dan justru berpotensi mengganggu kredibilitas fiskal negara. 

Para ekonom menilai, sumber dana hasil sitaan bersifat tidak pasti dan jumlahnya jauh dari cukup untuk menutup kewajiban utang Whoosh yang besar. 

Ide tersebut memang terdengar menarik secara moral, namun secara kelembagaan dan fiskal, penerapannya dinilai berisiko tinggi. 

Tambahan lagi, langkah utang Whoosh ini dinilai bisa menciptakan preseden buruk bagi pengelolaan fiskal ke depan.

“Muncul pertanyaan mendasar, apakah sumber dana yang tidak pasti dapat menanggung beban proyek sebesar Whoosh secara berkelanjutan? Proyek Whoosh bukan sekadar jalur kereta cepat Jakarta-Bandung, tetapi juga ujian bagi disiplin fiskal kita,” ujar Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, dalam keterangan tertulis, Rabu 5 November 2025.

BACA JUGA:Dapur Umum MBG Penuhi Standar Berhak Terima Insentif Rp6 Juta per Hari dari BGN

BACA JUGA:Ramai Dukung Purbaya, Penurunan Tarif PPN Dianggap Dorongan Baru untuk Pemulihan Ekonomi

Uang Sitaan Tak Cukup Tutupi Utang Whoosh

Achmad menjelaskan, dana hasil sitaan korupsi termasuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang penggunaannya wajib melalui mekanisme APBN. Besarannya pun fluktuatif dari tahun ke tahun. 

Ia mencontohkan, pada 2024 total setoran KPK dari uang rampasan hanya sekitar Rp637 miliar, sementara kebutuhan cicilan utang Whoosh mencapai lebih dari Rp1,2 triliun per tahun. 

Menurut Achmad, penggunaan dana yang tidak stabil tanpa aturan khusus bisa menimbulkan persoalan tata kelola dan audit. 

Negara boleh kreatif dalam mencari solusi pembiayaan, tetapi kreativitas fiskal tidak boleh mengorbankan prinsip keberlanjutan. 

Bila sumber dana bersifat sporadis, risiko fiskal akan meningkat dan kredibilitas keuangan negara bisa terganggu.

Ia juga menilai, penyelesaian masalah utang Whoosh seharusnya dilakukan melalui strategi finansial yang lebih terukur, bukan dengan “jalan pintas” seperti uang sitaan. 

Kategori :