“Syukur-syukur bisnisnya survive 5 tahun,” ucapnya.
BACA JUGA:Siapa Pewaris Kecerdasan ke Anak? Cek Jawabannya Disini
BACA JUGA:Tekanan Ekonomi Dorong Konsumsi Makanan Tak Sehat di Indonesia
Jika perintis ingin naik level seperti pewaris, Theo bilang caranya adalah bangun bisnis sampai dilirik dan disuntik oleh investor besar.
Di situlah momentum besar bisa terjadi. Bahkan, banyak perintis yang akhirnya sukses karena IPO alias membuka saham perusahaan ke publik. Uang masyarakat jadi bahan bakar untuk tumbuh.
Theo menambahkan, masalah lain yang sering bikin debat makin panas adalah orang yang merasa dirinya perintis, padahal masih disokong orang tua.
“Kalau lu dibilang perintis tapi dapet support 10 juta, itu bukan nol. Beda sama yang benar-benar enggak punya apa-apa,” ujarnya tegas.
BACA JUGA:Sedang Tren Kesenjangan Sosial di Dunia Maya: Ketimpangan Ekonomi Semakin Melebar
BACA JUGA:KIP Kuliah 2025 Dibuka, Ini Kategori Ekonomi Tidak Mampu yang Bisa Mendaftar
Ia juga membuat analogi yang tajam. Seorang pewaris itu seperti orang yang berdiri di lantai tiga saat banjir. Bisa lihat banjir, bisa empati, tapi nggak bakal ngerasain kaki becek, gatal, atau luka kena beling di jalanan.
“Secara kognitif bisa paham, tapi secara emosional dan fisik? Nggak akan tahu rasanya,” kata Theo.
Hal yang sama berlaku sebaliknya. Kadang perintis juga terlalu cepat menilai pewaris hidupnya enak, padahal mereka juga punya tekanan sendiri.
Tapi yang pasti, hidup perintis jauh lebih menantang karena semua dimulai dari minus dan kalau gagal, sering kali nggak ada yang back up.
BACA JUGA:5 Pekerjaan Sepi Peminat tapi Bergaji Tinggi, Peluang Besar yang Jarang Dilirik
Theo juga membagikan pengalamannya saat uang Rp50 juta yang dia kumpulkan harus diberikan ke keluarga karena kondisi mendesak.