INFORADAR.ID- Dalam studi psikologi kepribadian, istilah seperti alpha dan beta sudah lama digunakan untuk menggambarkan dinamika sosial pria.
Pria alpha dikenal dominan dan karismatik, sementara pria beta cenderung lebih patuh dan kooperatif.
Namun, di luar dua kategori itu, muncul tipe kepribadian yang semakin menarik perhatian para peneliti dan masyarakat umum yaitu pria sigma.
Dalam hierarki sosial tradisional, pria alpha berada di puncak sebagai pemimpin yang dominan, sementara lelaki beta mengisi peran sebagai pengikut yang suportif.
BACA JUGA:4 Tips Mengatur Waktu Selama Ramadan agar Ibadah Lancar dan Produktif!
BACA JUGA:4 Tips Efektif Mengatur Jadwal Olahraga saat Berpuasa, Coba Lakukan Ini
Namun, pria sigma memilih berdiri di luar hierarki tersebut, ia tidak mencari kekuasaan seperti alpha tetapi juga tidak patuh pada norma sosial seperti beta, ia adalah "lone wolf" yang mandiri, cerdas, dan tidak terikat pada ekspektasi sosial.
Konsep pria sigma pertama kali dipopulerkan oleh Theodore Robert Beale (Vox Day), seorang penulis dan pemikir kontroversial yang mengembangkan ide ini sebagai respons terhadap stereotip alpha-beta.
Beale menggambarkan pria sigma sebagai pria yang setara dengan alpha dalam hal kompetensi dan karisma, namun memilih untuk tidak terlibat dalam permainan kekuasaan sosial.
Secara psikologis, pria sigma dapat dijelaskan melalui teori Big Five Personality Traits, terutama dalam hal berikut:
BACA JUGA:Ini 4 Cara Ampuh untuk Mencerahkan Kulit Kusam Tanpa Harus Biaya Mahal, Lakukan Ini
BACA JUGA:Catat! Ini 5 Skill Penting yang Harus Dikuasai Jika Kamu Ingin Berkarir di Luar Negeri
1. Tingkat Kemandirian (High Autonomy)
Pria sigma memiliki tingkat kebebasan pribadi yang tinggi, cenderung independen dan tidak bergantung pada persetujuan sosial.
Mereka menunjukkan high openness (terbuka terhadap pengalaman baru) dan low agreeableness (kurang peduli pada kesepakatan sosial).