Pada pasal 50B ayat 2 (C) dengan jelas menyebutkan larangan terhadap "penayangan ekslusif jurnalisme investigasi". Tidak hanya itu saja, pada pasal ini juga mengatur terkait larangan penyiaran tayangan yang memberikan informasi tentang sebuah peristiwa yang relevan seperti perjudian, narkoba, minuman keras, LGBT, dan rekasaya informasi.
Terlalu memberikan kewenangan lebih terhadap kpi
Seperti pada pasal 8A dan 34F (2e) yang mewajibkan para content creator untuk melakukan verifikasi konten sebelum terbit di sosial media, dan Pada pasal 8C dan 50 (3) menyebutkan bahwa kpi berhak mengawasi konten digital.
Tumpang tindih hukum
Pada pasal 51E berbunyi, “Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,”
Tentunya dengan aturan tersebut menjadikan tumpang tindih dengan UU pers yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Selain itu, Pasal 8A Ayat (1) huruf q berbunyi “Menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang Penyiaran,”
Pada pasal ini kpi berwenang dalam ikut campur dalam menyelesaikan sengketa pada bidang penyiaran. Tetapi, seharusnya seperti yang sudah diatur dalam UU pers bahwasanya sengketa pers cukup diselesaikan oleh dewan pers. (*)