JAKARTA, INFORADAR.ID --- Penyelenggaraan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) pada tingkatan SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAK/MAPK setiap tahun selalu bermasalah. Tak terkecuali tahun pelajaran 2022/2023.
Berbagai temuan penyimpangan diungkap Ombudsman RI. Sebagaimana diketahui setiap tahun, Ombudsman RI melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan PPDB pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMA/MAK/MAPK.
Untuk Tahun Ajaran 2022/2023, pengawasan dilakukan di beberapa wilayah pengawasan Kantor Perwakilan Ombudsman RI. Fokus pengawasan Ombudsman tahun ini adalah pada adanya dugaan maladministrasi dalam implementasi tahapan PPDB yang meliputi:
(1) pengumuman pendaftaran,
(2) pendaftaran,
(3) seleksi sesuai jalur pendaftaran (zonasi, afirmasi, kepindahan orang tua dan jalur prestasi),
(4) pengumuman penetapan peserta didik baru dan
(5) daftar ulang.
Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais menerangkan, bentuk pengawasan yang dilakukan Ombudsman antara lain dengan melakukan pemantauan langsung di lapangan, melakukan tindak lanjut atas laporan masyarakat (baik melalui mekanisme reguler atau Reaksi Cepat Ombudsman (RCO). Serta dengan melakukan pertemuan dengan para pemangku kepentingan di daerah seperti Dinas Pendidikan baik lingkup provinsi maupun kabupaten/kota dan Kanwil Kemenag.
"Sehingga, diharapkan melalui pengawasan ini Ombudsman RI dapat memberikan saran perbaikan kepada penyelenggara pelayanan publik baik di pusat dan daerah sebagai bentuk pencegahan terjadinya maladministrasi dalam PPDB guna memastikan penyelenggaraan pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik," ujarnya dalam Konferensi Pers secara hybrid di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan yang rilisnya dimuat di Laman FB Ombudsman RI, Kamis, 1 September 2022.
Pada tahap pendaftaran, Ombudsman menemukan di antaranya minimnya sosialisasi dan belum optimalnya penggunaan mekanisme daring dalam proses pendaftaran PPDB Tahun Ajaran 2022/2023. Seperti yang ditemukan di Provinsi Jawa Barat dan Maluku. Kemudian belum optimalnya sinkronisasi data peserta didik dengan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) seperti yang ditemukan di Provinsi Riau.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan kurangnya waktu pendaftaran PPDB yang disediakan oleh panitia PPDB seperti yang ditemukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, lambatnya proses verifikasi dokumen administrasi pendaftaran oleh panitia PPDB di satuan pendidikan. Kemudian ketidakjelasan tugas pokok panitia pelaksaan PPDB sekolah yang diatur dalam SK Kepala Sekolah baik di tingkat SD, SMP, dan SMA di Provinsi Jawa Barat.
Pada tahap seleksi jalur zonasi, Ombudsman menemukan belum optimalnya penetapan zonasi pada suatu daerah menyebabkan terdapat calon peserta yang masuk dalam wilayah blank spot seperti di Jawa Barat. Kemudian, masih ditemukan perubahan administrasi kependudukan oleh calon peserta didik untuk mengubah domisili agar masuk kriteria zonasi, lambatnya proses verifikasi dokumen oleh panitia PPDB di satuan pendidikan, belum optimalnya sistem PPDB yang menyebabkan data calon peserta didik yang telah terinput kemudian hilang dari sistem, dan syarat tambahan pada jalur zonasi seperti penggunaan nilai akreditasi sekolah seperti yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah dan Bangka Belitung.
Pada jalur afirmasi, Ombudsman menemukan salah satunya belum optimalnya sistem PPDB yang menyebabkan calon peserta didik terlempar dari jalur afirmasi seperti yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah, namun ditemukan juga bahwa tidak terpenuhinya kuota jalur afirmasi seperti yang ada di Lampung. Pada jalur perpindahan orang tua/wali, terdapat calon peserta didik yang menggunakan surat perpindahan wali yang baru dibuat pada saat tanggal pendaftaran PPDB seperti yang ditemukan di DI Yogyakarta. Pada jalur prestasi, Ombudsman menemukan dugaan pemalsuan sertifikat prestasi calon peserta didik seperti yang ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah serta belum adanya pengaturan mengenai kriteria prestasi non-akademik seperti yg terjadi di Jawa Tengah.
Kemudian pada tahap pengumuman penetapan peserta didik baru dan daftar ulang, Ombudsman RI menemukan adanya pungutan liar dengan dalih sumbangan di sejumlah daerah seperti Banten, NTB, Riau, NTT, Lampung, Jawa Barat, Bangka Belitung dan Maluku.