INFORADAR.ID - Kasus-kasus perselingkuhan kerap muncul. Bahkan di media sosial sering menjumpai video yang beredar terkait kasus-kasus perselingkuhan, penggerebekan, hingga tuduhan-tuduhan berbuat zina.
Misalkan tuduhan berbuat zina yang dialamatkan kepada istri oleh suaminya. Dalam Islam disebut denga li'an. Mengutip keterangan dari Tim Konsultasi Hukum Kelurga Islam pada Program Studi Keluarga Islam UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, secara bahasa, li’an berasal dari kata al-la’nu yang berarti “jauh”, juga bisa diartikan “laknat” atau “kutukan”.
Sedangkan menurut istilah fiqh, li’an adalah sumpah yang diucapkan oleh seorang suami pada saat menuduh istrinya telah berbuat zina, dengan empat kali kesaksian dengan syarat bahwa suami bersedia mendapat laknat dari Allah jika terbukti kesaksiannya palsu.
Li’an juga dapat terjadi apabila seorang suami mengingkari anak yang dikandung atau sudah dilahirkan istrinya sementara istrinya juga menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut.
Li’an diatur dengan tegas melalui firman Allah SWT : “Orang-orang yang menuduh istrinya (berzina) padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah empat kali bersumpah dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah akan ditimpakan kepadanya jika ia termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. An-Nur : 6-7).
Sumpah li’an diucapkan apabila yang suami yang menyampaikan tuduhan tersebut tidak mampu menyediakan saksi sebagai penguat tuduhannya. Begitu pula istri sebagai tertuduh, juga dapat kesempatan menyangkal dengan sumpah kesaksian sebanyak empat kali dan pada sumpah ke lima disertai dengan pernyataan bahwa ia siap mendapatkan laknat dari Allah apabila terbukti tuduhan suami benar.
Ini sejalan dengan ayat al-Qur’an sebagai berikut : “Istrinya dapat dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya sebanyak empat kali atas nama Allah bahwa suaminya itu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa murka Allah (akan ditimpakan) atas dirinya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. An-Nur : 8-9)
Yang harus diperhatikan adalah kedua proses ini harus bersambung dan merupakan satu kesatuan. Sebab apabila sumpah li’an suami ternyata tidak diikuti oleh sumpah kesaksian istri, maka li’an dianggap belum terjadi. Hal ini sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 127 tentang tata cara li’an. Dan secara prosedural li’an tidak bisa sembarangan dinyatakan, tetapi harus dilakukan dihadapan Pengadilan Agama agar dapat dinyatakan sah.
Dengan terjadinya sumpah li’an tersebut, maka otomatis terjadilah perceraian di antara keduanya, yang sekaligus menandakan pula berakhirnya kesempatan untuk kembali membina hubungan rumah tangga. Artinya, seorang laki-laki yang telah menyatakan sumpah li’an kepada mantan istrinya sudah tidak dapat lagi menikahinya untuk selama-lamanya (mu’abbad). Sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad Saw : “Dua suami-istri yang telah saling berli’an itu setelah bercerai tidak boleh berkumpul untuk selamanya.”
Dalam persoalan ini, keluarga yang harmonis adalah keluarga yang dibangun di atas pondasi kepercayaan dan amanah, selain cinta dan kasih sayang. Mirisnya, kepercayaan tersebut mudah ‘terkoyak’ habis oleh tuduhan-tuduhan keji seperti tuduhan berbuat zina, selingkuh, bahkan sampai mengingkarai anak kandungnya sendiri. Jika sampai terjadi, hati kedua belah pihak tentu akan sakit dan sulit untuk kembali menaruh kepercayaan.
Oleh karena itu, apabila dalam rumah tangga sedang diterpa gosip miring tentang hadirnya ‘orang ketiga’, hendaknya lebih berhati-hati. Sebaiknya hindari tuduhan-tuduhan yang menyakitkan tanpa mengecek kebenarannya terlebih dulu. Apalagi jika tuduhan tersebut sudah sampai menggunakan sumpah. *