PANDEGLANG, INFORADAR.ID - Pada zaman pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Pandeglang berada di bawah Keresidenan Banten sebagai Ibu Kota dari wilayah Banten Tengah. Berdasarkan Regeering Reglements pasal 71 tahun 1854, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menjalankan roda pemerintahan dengan membagi wilayah Nusantara dalam beberapa keresidenan, dan keresidenan dibagi lagi menjadi kabupaten-kabupaten, dan di bawah kabupaten dibagi menjadi distrik-distrik.
Adapun penetapan Pandeglang sebagai sebuah kabupaten terdapat dalam Staatblad Nomor 73 Tahun 1874, tentang pembagian daerah, dalam Ordonansi tanggal 1 April 1874.
"Surat keputusan tersebut, Pandeglang merupakan kota yang didirikan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda," tulis Adita Nofiandi yang dikutip INFORADAR.ID, dari situs resmi Kemenristekdikti, Selasa, 7Juni 2022.
Bukti Pandeglang didirikan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dengan adanya peninggalan bangunan Kolonial di pusat Kota Pandeglang. Hal itu mengindikasikan bahwa tata kota bentukan Pemerintah Hindia Belanda.
Di mana sebelum Kota Pandeglang secara resmi didirikan, pada tahun 1618, terjadi perselisihan antara Kesultanan Banten dengan VOC dikarenakan VOC menginginkan monopoli perdagangan. Namun Sultan menginginkan perdagangan bebas.
"Perselisihan tersebut berimbas dengan ditangkap dan dipenjarakannya Sultan Ageng Tirtayasa di Batavia pada tahun 1680. Selanjutnya, VOC melakukan campur tangan dalam pengangkatan Sultan, sehingga pemerintahan Kesultanan Banten mengalami kekacauan," katanya.
Selanjutnya, ada akhir abad XVIII, VOC dibubarkan yang kemudian diambil alih oleh Kerajaan Belanda melalui Pemerintah Hindia Belanda, yang dibentuk untuk mengurusi pemerintahan kolonial di Hindia Timur. Kemudian pada tahun 1809, Sultan Muhammad memindahkan ibukota Kesultanan Banten ke Pandeglang karena kekacauan yang terus-menerus mendera Banten.
Meskipun demikian, pemindahan ibukota tersebut masih belum dapat meredakan ketegangan bahkan memuncak pada tahun 1888, pasca meletusnya Gunung Krakatau di tahun 1883.
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dibentuk berdasarkan Grounwet pasal 232 tahun 1798, yang mengangkat Daendels menjadi Gubernur Jenderal pertama (1808-1811).
Pada masa pemerintahan Daendels, terjadi beberapa perubahan yang cukup merugikan penguasa lokal. Beberapa di antaranya adalah berubahnya status kerajaan lokal yang telah ditaklukan VOC tidak lagi bersifat otonom, melainkan berada di bawah kendali pemerintah kolonial.
Pada awalnya, Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dijadikan bagian dari Gouvernemen atau Gubernemen, yaitu wilayah yang langsung diperintah oleh pejabat-pejabat gubernemen. Gubernemen adalah jabatan di bawah Gubernur Jenderal yang memiliki kekuasaan pada wilayah yang telah dianeksasi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi pada tahun 1809, terjadi perubahan dengan ditunjuknya Serang sebagai ibukota Banten. Sementara itu Caringin, yang terletak di pesisir barat Jawa (di Kecamatan Labuan saat ini), ditetapkan sebagai kabupaten, setelah Istana Surosowan dibumihanguskan.
Banten dipecah menjadi tiga kabupaten, yakni Banten Hulu, Banten Hilir, dan Anyer. Hingga pada akhirnya Kesultanan Banten sudah tidak diizinkan lagi keberadaannya di tahun 1813, dan Sultan terakhir diasingkan ke Surabaya.
Pada tahun 1819, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Capellen, Banten diubah menjadi dua kabupaten, yakni Banten Utara dan Banten Selatan.
Perubahan kabupaten terjadi lagi pada tahun 1828, Banten menjadi tiga kabupaten, yakni Banten Utara dengan ibukota Serang, Banten Barat beribukota di Caringin, dan Banten Selatan beribukota di Lebak.
"Lalu pada tahun 1854, Banten dibagi menjadi empat kabupaten dengan menambah satu kabupaten baru, yakni Banten Tengah yang beribukota di Pandeglang. Ketetapan hukum Kabupaten Pandeglang sebagai kabupaten berdasarkan Ordonansi tanggal 1 Maret 1874, yang mulai diberlakukan tanggal 1 April 1874, yang membawahi sembilan distrik," katanya.