"Dengan gap yang semakin besar antara harga jual eceran BBM dan harga keekonomian, pemerintah berkomitmen untuk menjaga pasokan serta harga BBM dan LPG yang terjangkau masyarakat.
Pemerintah perlu segera melakukan penyesuaian pagu subsidi dan kompensasi sehingga keuangan badan usaha menjadi sehat dan dapat menjaga ketersediaan energi nasional," katanya.
Lebih lanjut Sri Mulyani mengungkapkan, bahwa potensi beban subsidi dan kompensasi menahan gejolak harga komoditas tahun 2022 mencapai Rp443,6 triliun.
"Jika menggunakan asumsi ICP 100 Dolar AS per barel, maka subsidi energi melonjak dari semula Rp134 triliun menjadi Rp208,9 triliun.
Sementara, kompensasi dari yang semula untuk solar sebesar Rp18,5 triliun menjadi Rp98,5 triliun. Sedangkan untuk pertalite dan listrik yang semula tidak ada, masing-masing menjadi Rp114,7 triliun dan Rp21,4 triliun," katanya.
Sehingga jika dibandingkan dengan kebutuhan subsidi dan kompensasi menggunakan ICP sebelumnya, maka selisih terhadap APBN yaitu Rp291 triliun.
Kemudian diusulkan penambahan bagi perlindungan sosial (perlinsos) sebesar Rp18,6 triliun yang diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 20,65 juta kelompok penerima manfaat dan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM).
"Dengan demikian, total perlindungan sosial di dalam APBN 2022 mencapai Rp431,5 triliun. Jadi kalau masyarakat masih menanyakan apa manfaat APBN buat mereka, ini dalam bentuk perlinsos, yang tadi ratusan triliun dalam bentuk subsidi BBM dan listrik itu adalah langsung dinikmati masyarakat,” katanya.