Melihat Lebih Dalam Karakter Orang yang Gemar Berpakaian Hitam

INFORADAR.ID - Saat memilih busana, banyak yang terpikat pada warna hitam. Hitam sering dianggap sebagai warna yang chic dan menarik. Tidak hanya memudahkan dalam memilih pakaian, tapi juga memberikan kesan yang lebih ramping.

Menariknya, hitam sebenarnya bukanlah warna sejati karena tidak memiliki frekuensi warna. Sementara putih, sebaliknya, mengandung semua warna meski kadang tidak dianggap sebagai warna.

Banyak orang menyukai warna hitam dalam lemari mereka, meski kadang juga tertarik pada warna lain. Saat dipertimbangkan, kecenderungan mengenakan hitam bisa dipengaruhi oleh faktor psikologis.

Pilihan warna bisa membawa pesan tertentu, mengungkapkan lebih dalam tentang kepribadian kita. Jadi, jika Anda atau teman Anda sering mengenakan hitam, mungkin ada cerita menarik tentang kepribadian yang bisa ditemukan di balik pilihan warna tersebut.

BACA JUGA:Rekomendasi Fashion Korean Look untuk Wanita Berhijab dan Non Hijab

1. Pencari Prestise

Bagi yang suka pakai baju formal, arti pentingnya prestise dan status sosial mungkin jadi fokus utama. Mereka adalah tipe yang mandiri, sering mengambil keputusan sendiri, dan suka menangani situasi sulit tanpa tergantung pada orang lain.

2. Sosok yang Serius

Pemakai pakaian hitam biasanya terkesan serius dan merasa nyaman dengan kepribadian tersebut.

3. Sederhana dan Tidak Ribet

Penggemar warna hitam cenderung tak begitu peka terhadap perasaan orang lain dan terkadang terlihat memiliki kepribadian yang kompleks. Karena itu, orang lain mungkin merasa agak tak nyaman saat berinteraksi dengan mereka.

BACA JUGA:5 Ide Outfit Keren Untuk Anak Skena

Menurut platform teknologi Universitas Columbia dalam psikologi warna menunjukkan bahwa cenderung memilih warna hitam menandakan keinginan akan pengakuan dan kuasa mereka yang terpikat warna ini serius menganggap hidup.

Orang-orang yang sering pakai hitam biasanya punya idealisme yang kuat. Mereka punya kemampuan untuk menangani situasi sulit dan menjadikan hal-hal negatif sebagai peluang.

Sumber: columbia.edu