Akan Diputar Besok di Museum Multatuli, Ini Sinopsis Film Max Havelaar

Akan Diputar Besok di Museum Multatuli, Ini Sinopsis Film Max Havelaar

Famplet pemutaran film dan diskusi menyimak ulang film Max Havelaar-Nurandi-

INFORADAR.ID- Museum Multatuli akan menggelar pemutaran film dan diskusi menyimak ulang film Max Havelaar edisi pertama tahun 1976 yang sempat dilarang diputar dan disensor di Indonesia. pemutaran film dan diskusi digelardi Pendopo Museum Multatuli besok Rabu 24 April 2024.

Kepala Museum Multatuli Ubaidilah Muchtar mengatakan, film edisi pertama ini dibuat pada tahun 1975 di Indonesia. Ceritanya mengisahkan tentang keadaan dan situasi pada masa Eduard Dowes Dekker di Kabupaten Lebak.

"Film ini dibuat oleh Fons Rademakers dalam co-production tahun 1975 di Indonesia, dan masuk bioskop tahun 1976. Proses produksi menemukan banyak masalah dan tantangan. Terutama soal skenario yang terlalu Belanda sentris dan tak mewakili rakyat Indonesia dengan baik, menurut pihak Indonesia. Suara Indonesia kurang terdengar dan itu mengakibatkan bahwa asisten produksi dan sutradara Indonesia mundur," kata Ubai, Selasa 23 April 2024.

Ia menjelaskan, karena dianggap tak mewakili cerita Indonesia akhirnya film edisi pertama tidak boleh tayang, namun pada akhirmya film bisa dilihat dan ditonton kembali.

"Film akhirnya juga disensor dan tak boleh tayang di Indonesia selama 12 tahun. Di tahun 1987 (100 tahun wafat Multatuli), namun pada akhirya film baru lolos sensor dan tayang terbatas, tetapi tidak di Lebak. Film ini menjadi film yang paling banyak dibahas di sejarah film Indonesia," ujarnya.

BACA JUGA:Tak Banyak yang Mengetahui, Inilah Museum Multatuli Rangkasbitung, Lebak Banten

Untuk pertama kali Museum Multatuli akhirnya menggelar nonton bareng (nobar) film Max Havelaar edisi pertama tahun 1976 karya Fons Rademakers di Pendopo Museum. 

Lebih lanjut Ubai menuturkan, film Max Havelaar edisi pertama juga menjadi pembahasan karena pada saat itu menjadi pelopor produksi film modern. "Saat produksinya di Indonesi menggunakan alat-alat modern pada kala itu," ucapnya.

Ia menambahkan, dengan adanya gelaran nobar dan diskusi film, masyarakat Indonesia dan juga Milenial khususnya Gen Z perlu mengetahui dan menambah wawasan tentang Film Max Havelaar karya Sutradara Fons Rademakers dari Belanda.

"Di zaman ini dengan banyak diskusi tentang dekolonisasi, kolonialisme di Belanda, rakyat menjadi lebih sadar apa telah terjadi di Hindia Belanda dan saat revolusi. Belanda juga lebih terbuka untuk mendengar dan merepresentasikan suara Indonesia dalam diskusi itu. Dan terbuka untuk kritik. 

Selain itu pemutara untuk mencari pendapat dari sudut pandang milenial. Menyimak kembali karya film Max Havelaar yang banyak didiskusikan dan ditelaah sejak pertama kehadirannya dan merekonstruksi pemikiran-pemikiran yang berserakan disaat produksi dan tayang perdana film tersebut di tahun 1976," tandasnya.

"Hasil adalah bahwa lebih sering terjadi kerja sama antara Indonesia dan Belanda di bidang seni, permuseuman, penelitian, dan lain-lain," tandasnya. (*)

BACA JUGA:City Tour Rangkasbitung, Menelusuri Jejak Multatuli dan Sisa Kolonialisme

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: