Kendati Perekonomian Indonesia Stabil, tapi Perlu Kewaspadaan Kondisi Global
Menkeu Sri Mulyani saat memberikan keterangan pers kenaikan cukai hasil tembakau di Istana Bogor, Kamis, 3 November 2022. Foto: Laman setkab.go.id -----
JAKARTA, INFORADAR.ID -- Kendati perekonomian Indonesia pada tahun 2023 stabil, namun Indonesia juga harus mewaspadai kondisi global yang hingga sekarang masih belum menentu.
Hal ini dikatakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat menjadi salah satu panelis dalam diskusi dengan tema Outlook Perekonomian Indonesia 2023.
Menkeu mengatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia sekarang ini berada dalam posisi yang stabil, baik itu dari sisi makroekonomi, fiscal-moneter, dan sektor keuangan secara umum. Menkeu menyebut bahwa penerimaan negara dalam kondisi yang bagus dan neraca perdagangan Indonesia dalam posisi yang baik.
Namun, Menkeu juga mengatakan bahwa Indonesia tetap perlu memiliki kewaspadaan terhadap kondisi global yang masih penuh dengan ketidakpastian akibat geopolitik yang belum stabil.
“Jadi pilar di dalam makroekonomi itu neraca pembayaran, APBN, moneter, dan kemudian sektor riil-nya growth-nya. Nah Ini yang kita akan coba terus perbaiki untuk memasuki tahun 2023 yang tadi disampaikan Bapak Presiden semakin sulit untuk diprediksi, karena faktornya bukan masalah ekonomi, tapi karena masalah geopolitik,” terang Menkeu sebagaimana dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Jumat, 23 Desember 2022.
Menkeu menekankan bahwa perlu kewaspadaan dalam menyikapi kondisi global yang masih terus bergejolak dan dinamis. Perang Rusia-Ukraina dan kondisi RRT sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia yang saat ini sedang menghadapi lonjakan kasus Covid, perlu terus untuk diwaspadai.
“Situasi yang tidak pasti ini yang harus menjadi perhatian kita dalam mengidentifikasi risiko terhadap ekonomi kita. Resiko pertama, ekspor tentunya, karena itu adalah source of growth kita. Apakah ekspor itu akan growth-nya tinggi kayak kemarin kita mendapatkan pertumbuhan ekspor yang bisa di atas 20% bahkan bisa di atas 30% untuk beberapa couple of month, atau itu akan mulai normalize (kembali),” lanjut Menkeu.
Maka dari itu, Menkeu menyebut perlunya diversifikasi tujuan negara ekspor untuk tetap mempertahankan kinerja baik ekspor Indonesia yang selama ini pertumbuhannya terjaga. India dan negara-negara di kawasan Timur Tengah bisa menjadi negara tujuan ekspor baru bagi Indonesia.
Kinerja investasi juga perlu menjadi perhatian Pemerintah. Menkeu menyebut bahwa Presiden sering menyampaikan mengenai hilirisasi dan improvement/perbaikan dari kebijakan investasi Indonesia. Selain itu, Menkeu juga menyebut bahwa kinerja investasi yang masuk ke dalam negeri juga dipengaruhi oleh suku bunga global yang sekarang cenderung meningkat, yang menurutnya akan mempengaruhi appetite dan risiko dari investasi.
“Kita harus bekerja ekstra keras untuk menjaga investasi kita tumbuh di atas 6% bahkan mencapai di atas 7%,” lanjut Menkeu.
Selanjutnya, konsumsi rumah tangga juga menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Menkeu mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga memiliki kaitan erat dengan daya beli masyarakat. Jika bicara tentang daya beli masyarakat, APBN menjadi shock absorber yang luar biasa, kata Menkeu. Tahun ini Pemerintah telah membelanjakan untuk subsidi kompensasi di atas Rp500 triliun, dan tahun depan alokasi Bansos mencapai Rp470 triliun. Hal ini kata Menkeu ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan memberikan jaring pengaman sosial terutama kepada kelompok yang rentan.
“Jadi strategi fiskal kita adalah bagaimana kita menjaga dan terus memperbaiki fundamental sumber pertumbuhan ekonomi kita, terutama yang memang bisa kita pengaruhi yaitu faktor di dalam negeri seperti konsumsi, investasi, policy, dan insentif supaya kita bisa meningkatkan competitiveness ekspor kita, kemudian dari sisi kemampuan untuk attracting investment, dan government spending yang lebih produktif,” tukas Menkeu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: