Mengenal Istana Merdeka dan Presiden Jokowi yang Tidak Mau Tinggal di Dalamnya

Mengenal Istana Merdeka dan Presiden Jokowi yang Tidak Mau Tinggal di Dalamnya

JAKARTA, INFORADAR.ID - Tak banyak yang tahu detail sejarah Istana Merdeka. Padahal hampir setiap tahun puluhan bahkan ratusan juta mata penduduk Indonesia tertuju ke arah bangunan megah ini.

Ya, Istana Merdeka sejak Tahun 1950 menjadi tempat berlangsungnya Upacara Kenegaraan memperingati hari ulang tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia.

Istana Merdeka sendiri, merupakan tempat tinggal resmi presiden. Namun, dari 7 presiden Indonesia, baru ada 2 presiden, yaitu presiden pertama Ir Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah tinggal di dalamnya. 

Presiden ke 7 RI, Joko Widodo (Jokowi) "takut" tinggal di dalamnya. Ia dan keluarga lebih nyaman memilih tinggal di Istana Bogor. Alasan ogah tinggal di Istana Merdeka diuraikan di bawah tulisan ini.

TEMPAT KEDIAMAN RESMI GUBERNUR JENDERAL 

Bangunan ini sejatinya sudah berumur ratusan tahun. Namun masih kokoh dan berdiri tegak melambangkan kedaulatan Republik Indonesia. Tepatnya berdiri sejak Tahun 1879. Istana Merdeka dirancang oleh arsitek Belanda bernama Drossares, pada tahun 1873, yakni pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Louden. 

Dikutip dari situs resmi Kementerian Sekretariat Negara, Istana Merdeka terletak di Jalan Merdeka Utara dan menghadap ke Taman Monumen Nasional. Kompleks Istana Merdeka dan Istana Negara luasnya mencapai 6,8 hektar dan berada di jantung ibu kota negara.

Dengan meningkatnya kegiatan pemerintah Hindia-Belanda pada waktu itu, bangunan yang kini bernama Istana Negara itu dianggap kurang memenuhi syarat keperluan. Sehingga dianggap perlu mendirikan bangunan lagi. Melalui arsitek Drossares, pada tahun 1873, yakni pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Louden, didirikan bangunan lain yang baru rampung kemudian pada tahun 1879, di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Willem van Landsbarge. Bangunan tersebut waktu itu dikenal dengan nama Istana Gambir.

Tercatat hingga kini, sebanyak 20 orang telah mendiami Istana Merdeka ini: 15 gubernur jenderal Hindia Belanda, 3 Saiko Syikikan (Panglima Tertinggi Tentara XVI Jepang di Jawa), dan 2 Presiden RI. Namun, dari 15 gubernur jenderal Belanda itu, hanya 4 orang yang benar-benar tinggal; yang lainnya memilih Istana Bogor. Presiden RI yang betul-betul tinggal adalah Presiden pertama Soekarno, Presiden keempat Abdurrahman Wahid, dan Presiden ketujuh Joko Widodo sebelum kemudian bertempat tinggal di Istana Bogor.

Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, istana ini menjadi saksi penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Republik Indonesia Serikat diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan Kerajaan Belanda diwakili oleh A.H.J. Lovink, Wakil Tinggi Mahkota di Indonesia. Penandatangan naskah kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan pada waktu bersamaan, baik di Belanda (di Amsterdam: pada pukul 10.00 waktu setempat) maupun di Indonesia (di Jakarta dan Yogyakarta: pada pukul 16.00).

Sementara itu, pada hari dan tanggal tersebut, di berbagai tempat dan penjuru tanah air, ratusan ribu warga bangsa Indonesia berkumpul mengelilingi pesawat radio masing-masing, menanti siaran dari Jakarta yang membawa berita luar biasa itu. Serta-merta terdengar berita upacara penandatanganan dan penyerahan naskah tentang pengakuan atas kedaulatan RI Serikat itu, serta-merta pula bendera sang merah putih berkibar mengantikan bendera Belanda, lagu Indonesia Raya berkumandang, dan pekikan “MERDEKA.... MERDEKA ..... MERDEKA,” menggema di seluruh pelosok tanah air. Itulah sebabnya, istana itu bernama ISTANA MERDEKA. Salah satu keputusan yang dikeluarkan pada saat itu oleh Presiden Soekarno adalah mengubah nama Istana Gambir menjadi Istana Merdeka dan Istana Rijswijk menjadi Istana Negara.

Keesokan harinya (28 Desember 1949), Presiden RI Soekarno beserta keluarga tiba di Jakarta dari Yogyakarta, mendiami Istana Merdeka untuk pertama kalinya. Sebelumnya Istana Gambir dihuni oleh Dr. Hubertus J. Van Mook, Gubernur Jenderal hingga 1948, dan kemudian oleh Dr.L.M.J. Beel, Wakil Tinggi Mahkota. Sejak itu pula, Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada 1950.

Fungsi Istana pada era Soekarno, Presiden memakai ruang di sisi timur Istana Merdeka sebagai kamar tidurnya. Ruang tidur itu berseberangan dengan ruang kerjanya dan dipisahkan oleh bangsal luas yang dikenal sebagai ruang resepsi. Ruang tidur Bung Karno tidak mempunyai kamar mandi sendiri. Bung Karno dan Ibu Fatmawati menggunakan kamar mandi yang terletak di belakang kamar tidur, bersebelahan dengan kamar tidur Guntur, anak sulung mereka. Semuanya berada di sisi timur Istana Merdeka.

JOKOWI "TAKUT" TINGGAL DI ISTANA MERDEKA 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: kementerian sekretariat negara