Pengertian Ilmu Faraid atau Hukum Waris dan Hukum Mempelajarinya
Ilustrasi.--
INFORADAR.ID - Ilmu Faraid atau hukum waris merupakan hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Ilmu faraid merupakan salah satu disiplin ilmu di dalam Islam yang penting untuk dipelajari. Melalui ilmu ini dapat mencegah perselisihan perselisihan dalam pembagian harta warisan di keluarga.
Mengutip buku Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam karya Suparman Usman dan Yusuf Somawinta, proses peralihan harta kekayaan dari yang meninggal kepada yang masih hidup inilah yang diatur oleh hukum waris atau ilmu faraid atau juga disebut fiqh mawarit.
Dari definisi, lafaz al-faraidh (الفرائض )
merupakan jamak dari lafaz faridhah (فريضه ) . Oleh ulama, faradhiyun diartikan semakna dengan lafaz mafrudhah (مفروضه ), bagian yang telah dipastikan atau ditentukan kadarnya. Diartikan demikian, karena saham-saham (bagian-bagian) yang telah dipastikan kadarnya dapat mengalahkan saham-saham yang belum dipastikan kadarnya.
Lafaz al-mawarits ( المواريث ) merupakan jamak dari lafal mirats ( ميراث). Maksudnya adalah :
التِّركَةُ الَّتِيْ خَلَفَهَا الْمَيِّتُ وَوَرَثَهَا غَيْرُهُ.
Harta peninggalan yang ditinggalkan oleh si mati dan diwarisi oleh yang lainnya atau ( ahli waris).
Para ahli faraid banyak yang memberikan definisi tentang ilmu faraid atau fikih mawaris. Walaupun definisi-definisi yang mereka kemukakan secara redaksional berbeda, namun definisi-definisi tersebut mempunyai pengertian yang sama.
Seperti Muhammad Al-Syarbiny mendefinisikan ilmu faraid yaitu: Ilmu fiqh yang berkaitan dengan pewarisan, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyelesaikan pewarisan tersebut, dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan bagi setiap pemilik hak waris (ahli waris).
Kemudian Hasbi Ash-Shiddieqy mendefinisikannya sebagai ilmu yang mempelajari tentang siapa yang mendapatkan warisan dan siapa yang tidak mendapatkannya, kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan cara pembagiannya.
Sedangkan Muhammad Muhyidin Abdul Hamid mendefinisikannya sebagai ilmu yang membahas tentang kadar (bagian) dari harta peninggalan bagi setiap orang yang berhak menerimanya (ahli waris).
Dari dari definisi tadi dapatlah dipahami bahwa ilmu faraid atau fiqih mawaris adalah ilmu yang membicarakan hal ihwal pemindahan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut, bagian masing-masing ahli waris maupun cara penyelesaian pembagian harta peninggalan itu.
Hukum mempelajari dan mengajarkan ilmu faraid bagi umat Islam adalah fardhu kifayah. Sedangkan bagi para qadhi (hakim) dan mufti (pemberi fatwa) adalah fardhu ‘ain. Sebab di antara syarat-syarat pewarisan, pengetahuan tentang pewarisan atau ilmu faraid merupakan syarat khusus yang harus hakim dan mufti kuasai.
Begitu penting derajat ilmu faraid bagi umat Islam sehingga oleh sebagian besar para ulama dikatakan sebagai separoh ilmu.
Hal itu didasarkan pada hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’i, dan Daru Quthni:
تَعَلَّمُوْا الْقُرْآنَ وَعَلَّمُوْهُ النَّاسَ، وَتَعَلَّمُوْا الفرائض وَعَلَّمُوْهَا النَّاسَ، فَإنِّى امْرُؤً مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمُ مَرْفُوْعٌ وَيُوْشِكُ أَنْ يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى اْلفَرِضَةِ فَلَا يَجِدَانِ أَحْدًا يُخْبِرُهـا.
Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang-orang, pelajarilah ilmu faraid dan ajarankanlah ilmu itu kepada orang-orang, karena aku adalah manusia yang akan direnggut (wafat). Sesungguhnya ilmu ini akan dicabut dan akan timbul fitnah hingga kelak ada dua orang berselisihan mengenai pembagian warisan, namun tidak ada orang yang memutuskan perkara mereka.
Hadis itu menunjukkan bahwa Rasulullah Saw memerintahkan kepada umat Islam untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu faraid agar tidak terjadi perselisihan perselisihan dalam pembagian harta peninggalan disebabkan ketiadaan ulama faraid. Perintah tersebut mengandung perintah wajib. Kewajiban mempelajari dan mengajarkan ilmu itu gugur apabila ada sebagian orang yang telah memelaksanakannya. Jika tidak ada seorangpun yang melaksanakannya maka seluruh umat Islam menanggung dosa disebabkan melalaikan suatu kewajiban.
Hadis lainnya, Abu Hurairah Ra berkata bahwa Nabi Saw bersabda:
(عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهَا فَإِنَّهُ نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي)
Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya ilmu faraid setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku.
Karena pentingnya ilmu faraid, para ulama sangat memperhatikan ilmu ini sehingga mereka seringkali menghabiskan sebagian waktu mereka untuk menelaah, mengajarkan, menuliskan kaidah-kaidah ilmu faraid, serta mengarang beberapa buku tentang faraid. Mereka melakukan hal ini karena anjuran Rasulullah Saw.
Umar bin Khattab berkata:
تعلموا الفرائض فانها من دينكم ,وإذا لهوتم فلهو بالرمي وإذا تحدثتم فتحدثوا بالفرائض.
"Pelajarilah ilmu faraid karena ia sesungguhnya termasuk bagian dari agama kalian." Kemudian Amirul Mukminin berkata lagi, "Jika kalian bermain-main, bermain-mainlah dengan satu lemparan. Dan jika kalian berbicara, bicaralah dengan ilmu faraid. *
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: