INFORADAR.ID - Dalam keseharian modern, keberadaan headset telah menjadi bagian tak terpisahkan, terutama bagi mereka yang aktif bergerak, bekerja, atau sekadar mencari hiburan melalui musik, podcast, maupun video. Namun di balik kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan, kebiasaan menggunakan headset dalam waktu lama dan volume tinggi ternyata menyimpan potensi risiko serius terhadap kesehatan telinga.
Tak sedikit orang yang mendengarkan musik sambil berkendara motor, berjalan kaki di trotoar, atau bahkan saat tertidur. Sayangnya, kebiasaan ini kerap dilakukan tanpa menyadari bahwa organ pendengaran manusia memiliki batas toleransi terhadap intensitas suara. Paparan suara keras dalam durasi lama dapat memicu gangguan pendengaran, bahkan permanen jika tidak segera disadari dan dikendalikan.
Menurut penjelasan dr. Rina Nurul Fadhilah, Sp.THT-KL, seorang dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan dari RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, penggunaan headset dengan volume tinggi bisa merusak sel rambut halus di koklea (bagian dalam telinga) yang berperan penting dalam proses pendengaran. “Ketika telinga terpapar suara lebih dari 85 desibel selama beberapa jam, risiko kerusakan permanen akan meningkat,” ungkapnya. Ia menyarankan agar pengguna headset tidak menggunakan alat tersebut lebih dari satu jam secara terus-menerus, dan memberikan jeda agar telinga bisa beristirahat.
Masalah paling umum yang sering muncul akibat penggunaan headset secara berlebihan antara lain adalah telinga berdengung (tinnitus), penurunan daya dengar secara bertahap, dan dalam kasus parah bisa menyebabkan tuli saraf. Gejala ini sering kali tidak disadari karena muncul perlahan. Namun, jika dibiarkan, kualitas pendengaran akan semakin menurun dan mempengaruhi produktivitas serta interaksi sosial seseorang.
Cara terbaik untuk tetap aman dalam menggunakan headset adalah dengan menerapkan prinsip 60:60, yaitu mendengarkan dengan volume maksimal 60% dari kapasitas dan tidak lebih dari 60 menit dalam satu sesi. Selain itu, penggunaan headset jenis over-ear dianggap lebih aman dibandingkan jenis in-ear, karena tidak langsung menyalurkan suara ke liang telinga secara intens. Penggunaan noise cancelling juga dapat membantu mengurangi dorongan untuk menaikkan volume saat berada di lingkungan bising.
Penting pula menjaga kebersihan headset, karena alat ini bisa menjadi media penyebaran bakteri yang memicu infeksi saluran telinga luar. Bersihkan secara berkala, khususnya bagian yang bersentuhan langsung dengan kulit dan telinga. Hindari pula penggunaan headset secara bergantian dengan orang lain.
Di tengah era digital dan mobilitas tinggi, kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan telinga perlu ditanamkan sejak dini. Edukasi tentang penggunaan headset yang aman harus menjadi perhatian, bukan hanya oleh individu, tetapi juga oleh institusi pendidikan dan keluarga. Telinga yang sehat bukan hanya mendukung aktivitas harian, tetapi juga menjaga kualitas hidup jangka panjang.