INFORADAR.ID - Belakangan ini, istilah kumpul kebo makin sering terdengar, apalagi di kalangan anak muda.
Banyak pasangan yang terang-terangan memilih hidup bareng tanpa menikah karena dianggap lebih simpel.
Fenomena kumpul kebo atau tinggal satu atap tanpa ikatan pernikahan resmi, kini nggak cuma terjadi diam-diam.
Di tengah perubahan cara pandang soal pernikahan dan hubungan, fenomena ini malah dilihat sebagai bentuk cinta yang lebih bebas dan jujur.
Menanggapi kumpul kebo ini, Menteri Agama Nasaruddin Umar sempat mengajak anak muda untuk segera menikah.
Ia khawatir praktik ini makin dianggap wajar, padahal punya konsekuensi yang nggak bisa disepelekan.
BACA JUGA:Fitur Baru TikTok, Jalan Baru Penulis Lagu untuk Tampil dan Cuan
BACA JUGA:Mahasiswa Unsera Ciptakan Alat Pendeteksi Heat Stroke untuk Petani
Kok Bisa Banyak Terjadi di Indonesia Timur?
Sebuah riset dari peneliti BRIN, Yulinda Nurul Aini, mengungkap bahwa kota Manado, Sulawesi Utara, jadi salah satu wilayah dengan angka kohabitasi paling tinggi.
Dari data BKKBN tahun 2021, ditemukan bahwa sekitar 0,6% warga Manado tinggal bersama tanpa menikah. Yang lebih menarik, sebagian besar dari mereka masih muda dan berasal dari latar belakang pendidikan serta ekonomi menengah ke bawah.
Yulinda menyebutkan ada beberapa alasan kenapa gaya hidup ini jadi pilihan:
- Biaya pernikahan yang dianggap memberatkan
- Proses cerai yang ribet kalau pernikahan kandas
- Dan lingkungan sosial yang sudah cenderung menerima
Perempuan Paling Rentan, Anak Bisa Jadi Korban
Walaupun kelihatan praktis, hidup bareng tanpa status sah bisa berdampak buruk, terutama bagi perempuan. Kalau hubungan putus, nggak ada aturan hukum yang melindungi soal nafkah, warisan, atau hak asuh anak. Perempuan sering kali ditinggalkan tanpa kejelasan.
Lebih mirisnya lagi, anak-anak hasil dari kumpul kebo sering kali kena stigma.