Anak Fatherless Sering Terjebak Dalam Hubungan Toxic? Ini Alasannya!

Jumat 14-03-2025,14:24 WIB
Reporter : Lala Nabilah Chandra
Editor : Haidaroh

INFORADAR.ID-  Anak-anak yang tumbuh tanpa sosok ayah, atau yang sering disebut sebagai fatherless.

Menghadapi berbagai tantangan emosional dan psikologis yang dapat membuat fatherless rentan terjebak dalam hubungan yang toxic.

Ketidakhadiran figur ayah dalam kehidupan mereka sering kali mengakibatkan fatherless kurangnya pemahaman tentang dinamika hubungan yang sehat.

Sehingga fatherless lebih mudah terpengaruh oleh pola perilaku negatif.

Penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan lebih banyak terkena dampaknya, berikut alasannya

BACA JUGA:5 Cara Mengembangkan Mental yang Kuat dan Positif: Tetapkan Tujuan dan Fokus pada Proses

BACA JUGA:Teknik Slow Reading: Menikmati Bacaan dengan Lebih Mendalam

mereka dapat mengembangkan konsep diri yang rendah dan kesulitan dalam membedakan antara cinta yang sehat dan perlakuan buruk.

Hal ini berpotensi mengarah pada situasi di mana mereka merasa terikat secara emosional dengan pasangan yang menyakiti mereka.

Bahkan menganggap kekerasan sebagai bentuk kasih sayang dan d ampak psikologis dari ketidakhadiran sosok ayah ini sangat kompleks.

Anak-anak yang tidak memiliki figur ayah sering kali mengalami kesulitan dalam membangun kepercayaan diri dan harga diri.

BACA JUGA:Jangan Tidur Setelah Sahur, Cegah Ngantuk dengan 5 Kegiatan Ini

BACA JUGA:Ini 8 Tips Mudik ala Gen Z Anti Ribet, Bisa Buat Perjalanan Makin Nyaman

Mereka mungkin merasa tidak layak mendapatkan cinta yang tulus, sehingga lebih mudah menerima perlakuan buruk dari pasangan.

Dalam banyak kasus, mereka dapat terjebak dalam pola hubungan yang berulang, di mana mereka terus-menerus mencari pengakuan dan cinta dari orang lain.

Meskipun harus mengorbankan kesejahteraan emosional mereka sendiri.

Fenomena ini juga dapat diperparah oleh adanya Stockholm Syndrome, di mana anak perempuan yang tumbuh tanpa sosok ayah.

Mereka merasa terikat secara emosional dengan pelaku kekerasan dan mereka mungkin merasa simpati terhadap pasangan meskipun mengalami kekerasan.

Ini membuat mereka sulit untuk keluar dari hubungan yang merugikan.

Ustadz Bendri seorang praktisi parenting, menekankan bahwa kurangnya contoh perilaku laki-laki yang baik dari ayah dapat memperburuk situasi ini.

Tanpa adanya teladan positif, anak-anak ini mungkin tidak memiliki acuan yang jelas tentang bagaimana seharusnya sebuah hubungan yang sehat itu terlihat.

Pentingnya pendidikan emosional dan pemahaman tentang hubungan yang sehat sangat krusial bagi anak-anak yang tumbuh tanpa sosok ayah.

Masyarakat dan keluarga perlu memberikan dukungan dan bimbingan agar anak-anak ini dapat mengenali tanda-tanda hubungan yang tidak sehat.

Dengan pemahaman yang baik, mereka dapat belajar untuk membangun batasan yang sehat dan menghindari terjebak dalam hubungan yang berbahaya.

Program-program pendidikan yang fokus pada pengembangan keterampilan emosional dan sosial dapat menjadi langkah awal yang baik. Melalui pelatihan dan workshop.

Anak-anak dapat diajarkan tentang pentingnya komunikasi yang baik, pengelolaan emosi, dan cara mengenali perilaku toxic dalam hubungan.

Selain itu, dukungan dari komunitas, seperti kelompok sebaya atau konseling, juga dapat memberikan ruang bagi mereka untuk berbagi pengalaman dan belajar dari satu sama lain.

Dengan bimbingan yang tepat, anak-anak yang tumbuh tanpa sosok ayah dapat belajar

Untuk mengatasi tantangan ini dan membangun hubungan yang lebih positif di masa depan.

Masyarakat perlu berperan aktif dalam memberikan pemahaman dan dukungan agar anak-anak ini tidak hanya mampu bertahan.

Tetapi juga berkembang menjadi individu yang sehat secara emosional dan mampu membangun hubungan yang saling menghormati dan mendukung.

Kategori :