INFORADAR.ID - Bubur suro, kuliner ikonik dari Jawa, tampil mempesona setiap Malam 1 Muharram atau Malam 1 Suro, menandai tradisi yang begitu lekat dengan budaya setempat.
Namun, tak hanya pada malam 1 Muharram, kelezatan bubur suro juga hadir menyambut 10 Suro, bertepatan dengan 10 Muharram dalam kalender Hijriyah.
Tradisi menyajikan dan menikmati bubur suro pada 1 Muharram telah diwariskan dari generasi ke generasi, tetap lestari di beberapa daerah hingga kini.
Bubur suro ini berfungsi sebagai ubarampe atau alat, bukan sebagai sesajen animistik, melainkan simbol dari kebijaksanaan leluhur.
BACA JUGA:Menara Mercusuar Anyer Banten, Pilar Sejarah dan Keagungan Maritim Indonesia
Asal Usul dan Sejarah
Dilansir dari laman indonesia.go.id, bubur suro awalnya dihidangkan untuk memperingati hari pertama kalender Jawa di bulan Suro, yang bertepatan dengan 1 Muharram.
Arie Novan, seorang pemerhati budaya Jawa, mengungkapkan bahwa tradisi membuat bubur suro telah ada sejak era Sultan Agung.
Namun, ada juga cerita yang mengaitkan bubur ini dengan peringatan hari saat Nabi Nuh selamat setelah 40 hari mengarungi banjir besar.