INFORADAR.ID – Waroge, yang dikenal sebagai Doa Dalam Rupa, merupakan sebuah benda sakral yang mengandung beragam jampi dan mantra dari masyarakat Baduy.
Waroge ini diyakini memiliki kekuatan spiritual dan digunakan dalam berbagai ritual keagamaan oleh suku Baduy, yang tinggal di daerah pegunungan Banten.
Waroge bukan hanya sekadar objek fisik, tetapi juga simbol kepercayaan dan warisan budaya yang sangat dihormati oleh komunitas Baduy.
BACA JUGA:Pernah Dengar Hanacaraka? Tulisan di Bambu Sastra Masyarakat Baduy untuk Menentukan Hari Pernikahan
BACA JUGA:Siapin Tisu Sebelum Nonton, 6 Film Ini Siap Bikin Kalian Nangis Bombai
Keunikan Waroge terletak pada nilai-nilai spiritual dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Melalui Waroge, masyarakat Baduy menjaga tradisi lama mereka yang kaya akan cerita dan makna.
Dilansir dari Instagram @ kebudayaanbanten.official, waroge adalah kompilasi beragam jampi dan mantra yaitu tutulak, kapaliasan, paneda, dan jampe.
Diantara benda-benda kriya yang dibuat oleh orang Baduy sebagai perkakas sehari-hari, terdapat beberapa benda yang hanya dibuat dan digunakan untuk kepentingan upacara keagamaan.
BACA JUGA:Lima Pare, Film Dokumenter Kisah Kehidupan Masyarakat Baduy yang Mendunia
BACA JUGA:Jangan Sepelein Bahaya Begadang, dr Tirta: Mengurangi Jatah Masa Tua
Pada dasarnya, benda-benda keagamaan juga berguna bagi kesejahteraan dan keperluan hidup sehari-hari, namun proses pembuatan dan penggunaannya lebih bersifat sakral.
Waroge merupakan benda sakral yang dibuat oleh orang Baduy, karya seni yang terbuat dari bahan bamboo haur yang tebal dengan diameter kurang lebih 10-15 cm, dan ketinggiannya 20-25 cm.
Permukaan bambu tersebut digambari dan ditoreh (diguris) dengan pisau kecil yang tajam. Hasil dari torehan berupa garis-garis yang tipis.
Garis-garis yang ditorehkan pada kulit (sembilu) bambu membentuk rekahias berupa motif-motif atau gambar yang simbiolistis.
Waroge menggunakan bahan bambu sebab lebih tahan lama untuk ditanam dalam tanah. Waroge ini ditempatkan di huma pada waktu upacara menggarap tanah (upacara nukuh atau nutuhan).