Mungkin para pembuat kebijakan duduk di kursi empuk mereka, sambil memikirkan betapa hebatnya mereka menyusun kebijakan yang “mensejahterakan” rakyat.
Di satu sisi, mereka meminta guru untuk menjadi ujung tombak dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sementara di sisi lain, mereka memberikan gaji yang bahkan tidak cukup untuk kehidupan layak, lalu memotongnya lagi dengan Tapera.
Ah, betapa perhatian dan pedulinya mereka terhadap nasib para guru!
Pada akhirnya, guru-guru kita harus kembali ke ruang kelas, mengajar dengan semangat dan dedikasi, meski gaji kecil dan potongan Tapera menambah beban mereka. Mungkin inilah definisi sebenarnya dari “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.” (*)