SERANG, INFORADAR.ID - Penyidik Kejaksaan Negeri Serang memperkirakan kasus kerugian negara akan bertambah pada kasus dugaan korupsi dana senilai Rp 2,3 miliar lebih di Desa Katulisan, Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang tahun anggaran 2020-2021.
Indikasi penambahan kerugian keuangan negara setelah adanya temuan yang diperoleh penyidik bersama auditor dari Inspektorat. "Kemungkinan akan bertambah dan nanti kita tunggu hasil akhir dari Inspektorat," kata Plh Kajari Selang Adiyantana Meru Herlambang, Selasa, 27 Juni 2023.
Adiyantana mengungkapkan bahwa penyidik telah menetapkan Kepala Desa Katulisan berinisial EK (Erpin Kuswati) sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Perempuan berusia 43 tahun itu ditahan penyidik pada Selasa sore, 23 Mei 2023, di Rutan Klas IIB Suran.
Penyidik menahan tersangka karena khawatir dia akan melarikan diri, merusak barang bukti, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya. Alasan lainnya,. berdasarkan Pasal 21 (4)(a) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena tersangka terancam hukuman lebih dari lima tahun.
Adiyantana menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika Desa Katulisan menerima anggaran pembangunan desa sebesar lebih dari Rp 2 miliar. Secara rinci, pada tahun 2020, desa ini menerima anggaran lebih dari Rp 1,3 miliar. Sebesar Rp 1 miliar berasal dari dana desa murni sebesar Rp 724,031 juta ditambah dengan sisa dana desa tahun 2019 dengan nilai Rp 585,902 juta.
"Untuk tahun anggaran 2021, kami menerima Rp 1,006 miliar tanpa ada tambahan dari sisa tahun lalu," kata Adyantana.
Kasi Intelijen menambahkan bahwa berdasarkan hasil sementara laporan audit dari Inspektorat Kabupaten Serang, kerugian negara dari kejadian tersebut Rp 499.337.809.
Temuan kerugian negara tersebut berdasarkan temuan penyidik karena adanya dugaan penyelewengan dana desa. Temuan tersebut berasal dari honor penjaga balai desa. Berdasarkan alokasi anggaran, penjaga balai desa seharusnya mendapatkan honor Rp 3 juta. Namun, pada kenyataannya, penjaga balai desa hanya menerima Rp 100 ribu.
"Honor yang seharusnya diberikan kepada satpam kantor sebesar Rp 2,9 juta, namun kenyataannya hanya Rp 100 ribu," kata Rezkinil.
Selain pemotongan honor untuk satpam, ada temuan lain dalam kasus ini. Temuan tersebut berupa kelebihan pembayaran atas kegiatan proyek fisik dan tidak disetornya pajak melalui penggunaan dana desa.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1), pasal 3 dan pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)