JAKARTA, INFORADAR.ID --- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyentil atau mengingatkan agar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang di APBN.
Sebab, saat ini kondisi perekonomian global dalam ketidakpastian, yang ditandai dengan inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga.
Kepala Negara menggarisbawahi bahwa saat ini perekenomian semua negara dalam kondisi ketidakspastian.
Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Jokowi saat menghadiri acara United Overseas Bank (UOB) Economic Outlook 2023 di Jakarta Pusat, Kamis, 29 September 2022.
"Saya selalu sampaikan kepada Ibu Menteri Keuangan. Bu, kalau punya uang di APBN kita, dieman-eman. Itu bahasa Inggris dieman-eman, dijaga, hati-hati. Mengeluarkannya (uang di APBN) harus produktif, harus memunculkan return yang jelas," ungkap Jokowi sebagaimana dikutip dari Laman PMJ News.
Jokowi mengatakan, ekonomi semua negara melemah dan mengalami kontraksi. Dia menyebut semua negara juga dihadapi dengan krisis energi, minyak gas, dan krisis finansial.
"Krisis pangan, kita tahu sekarang hati-hati 345 juta orang di 82 negara menderita kekurangan pangan akut," ucapnya.
Jokowi menambahkan, kondisi ketidakpastiaan dunia memunculkan sejumlah masalah dan efek domino yang dihadapi semua negara.
INFLASI TINGGI
Diberitakan inforadar.id sebelumnya, Indonesia terus memonitor dan mengantisipasi pelemahan kinerja perekonomian dunia akibat inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga.
Kendati dibayangi oleh dua pengaruh tersebut, kegiatan ekonomi Indonesia mulai menunjukkan kinerja yang positif dilihat dari mobilitas masyarakat yang sudah berada di atas level pandemi.
"Selain itu, kinerja perekonomian Indonesia sampai dengan bulan Agustus 2022 juga semakin membaik, yaitu tumbuh hingga 5,4 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Menkeu juga menyampaikan distribusi kinerja Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur secara global mengalami penurunan dari 51,1 ke 50,3. Namun bila dilihat pada negera G20 dan ASEAN-6, hanya sejumlah 24 persen negara yang aktifitas PMI nya mengalami akselerasi dan ekspansi atau meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sejumlah negara tersebut termasuk Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam, dan Arab Saudi.
“Namun, 32 persen yaitu negara-negara seperti Amerika, Jepang, India, Malaysia, Brazil Australia, Singapura, dan Afrika Selatan 32 persen PMI-nya mengalami perlambatan, atau kondisinya turun levelnya dari bulan sebelumnya. Dan bahkan 40 persen negara-negara ini, yaitu Eropa, Jerman, Italia, Inggris, Korsel, Kanada, Meksiko, Spanyol, dan Turki, sekarang PMI sudah masuk kepada level kontraksi. Artinya mayoritas melambat dan kontraktif,” ungkap Menkeu.