INFORADAR.ID - Banyak informasi yang menyatakan bahwa rokok elektrik tidak berbahaya. Tragisnya, info tersebut ditelan mentah-mentah kalangan remaja. Kalangan ini dengan percaya dirinya merokok elektrik di depan umum.
Bahkan beberapa rekan penulis, hingga saat ini masih mempercayai bahwa rokok elektrik itu menyehatkan. Mereka selalu menyempatkan diri merokok di sela-sela kesibukannya. "Rokok elektrik itu tidak berbahaya. Malah sebaliknya bisa menyehatkan," begitu argumen yang selalu dikemukakan setiap saat diingatkan tentang bahaya rokok elektrik.
Bahkan ketika ditunjukkan kasus korban vaping - konsumsi rokok elektrik - di Amerika terus bertambah, dengan entengnya menjawab, "Wah, itu hanya kasuistik, Pak. Gak semua seperti itu," dalihnya.
Terlepas dari adanya bahaya atau tidak rokok elektrik, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menekankan bahwa pemahaman tersebut kurang tepat. Rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok konvensional. Kandungan yang terdapat dalam rokok elektrik antara lain nikotin, zat kimia, serta perasa/flavour yang bersifat toxic/racun.
Dikutip INFORADAR.ID dari akun @Facebook Kementerian Kesehatan RI, jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, zat-zat ini bisa menyebabkan masalah kesehatan serius di masa depan seperti penyakit kardiovaskular, kanker, paru-paru, tuberkulosis, dan lainnya.
“Merokok elektrik itu sama bahayanya dengan merokok konvensional. Tidak ada bedanya risiko merokok konvensional dan elektrik, dua-duanya sama bahayanya baik itu sekarang dari segi sosial ekonomi maupun untuk masa depan masalah penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas merokok elektrik,” jelas Wamenkes dalam keterangan pers Peluncuran Data Survei Global Penggunaan Tembakau pada Masyarakat Indonesia Tahun 2021 (GATS 2021) di Kantor Kemenkes, Selasa (31/5).
Dikatakan Wamenkes, konsumsi rokok elektrik di kalangan remaja turut berdampak pada tingginya prevalensi perokok elektrik di Indonesia.
Dari hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021 menunjukkan prevalensi perokok elektrik naik dari 0.3% (2011) menjadi 3% (2021). Kemudian, prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun juga meningkat sebesar 19,2%.
Wamenkes berharap temuan ini bisa menjadi landasan bagi para stakeholder dan masyarakat terutama orang tua untuk bersama-sama menghentikan aktivitas merokok terutama di kalangan remaja.
Jika tidak segera dihentikan, kebiasaan buruk merokok pada generasi muda dikhawatirkan kian meningkat serta menimbulkan kesehatan serius di masa depan.
“Temuan survei GATS ini diharapkan bisa menjadi sarana edukasi berbasis keluarga supaya orang mau berhenti merokok dan mau membelanjakan uangnya untuk makanan bergizi dan kegiatan bermanfaat dibandingkan membeli rokok,” harap Wamenkes.
Editor: M Widodo